Ternyata Anak Bisa Diajak Bicara
Menerapkan
program sekolah memang harus sabar dan konsisten. Di sekolah ini kami
menerapkan pelaksanaan program delapanbelas sikap yang tertera dalam asmaul
husna. Menerapkan makanan yang halal dn thoyib. Seperti biasa anak-anak didik
kami terutama yang masih toddler sering membawa makanan dari rumah. Biasanya
sebelum jajanan itu dikonsumsi terlebih dahulu guru membaca komposisi dengan
suara yang jelas. Tentu saja tujuannya agar murid-murid paham makanan mana yang
aman untuk dikonsumsi dan mana yang kurang aman untuk dikonsumsi. Makanan yang
kurang aman perlu diwaspadai akan berpengaruh buruk pada kesehatan jika dikonsumsi
dalam waktu yang lama.
Pagi
itu saya melihat Sulthan datang ke sekolah tergopoh-gopoh sambil menenteng
snack di tangannya. Seperti biasa sebagai pendidik di sekolah ini saya berkewajiban
untuk memeriksa komposisi snack yang tercantum pada bungkusnya dan
menjelaskannya pada si kecil.
“Wow,
Mas Sulthan bawa kue apa sayang?”
“
Bawa ini, Bunda (Sebutan untuk ibu gurunya di sekolah)” dengan bangga ia
menunjukkan kue di tangannya kepada saya. Matanya berbinar ceria pagi itu.
“Boleh
bunda lihat komposisinya?”
Sertamerta
Sulthan mengulurkan kue ditangannya.
Mengambil
snack berkemasan itu membacanya dengan suara lantang membuat mata bening
itu menatapku dengan penuh rasa ingin
tahu. Sampai ketika mata saya tertumbuk pada kata-kata monosodium glutamat
sebagai salah satu bahan yang digunakan produk kue tersebut. Saya berhenti.
Menatap matanya yang penuh harap agar saya segera membukakan kemasan kue itu.
Ada kegamangan dalam hati saya untuk menebak responnya selanjutnya.
“Maaf
Sulthan, kue ini mengandung MSG. Menurut peraturan sekolah kue ini tidak
diijinkan untuk dikonsumsi. Tidak aman untuk kesehatan Mas Sulthan karena dalam
jangka panjang akan bisa merusak otak kita”.
Seperti
yang sudah saya duga. Sulthan merengek dan terus merengek. Dia seolah-olah sama
sekali tidak memperhatikan penjelasan saya. Tidak tega sebetulnya melihat
wajahnya yang memelas memohon agar ia diperbolehkan makan kue tersebut. Tapi
ini sudah peraturan. Lagipula peraturan dibuat juga demi kebaikan murid-murid
di sekolah ini. Tidak hanya merengek. Menit-menit selanjutnya adalah tangisan
panjang. Sulthan tantrum.
Segera
saya peluk murid saya satu ini.
“Bunda
tahu Sulthan kecewa karena ingin sekali makan kue ini. Tapi kue ini tidak baik
bagi Sulthan. Nanti Sulthan bisa sakit nak. Bunda tidak ingin Sulthan sakit”
tangan saya spontan membelai rambutnya. Anak itu masih saja menangis.
“Baiklah,
bunda akan menunggu sampai Sulthan tenang kembali sehingga kita bisa
melanjutkan aktivitas lain”
Dan sungguh saya benar-benar menunggu. Satu hal yang
saya syukuri bahwa pada pagi yang sama tidak ada murid lain yang punya masalah
yang sama atau setidaknya yang membutuhkan perhatian khusus seperti pada kasus
Sulthan. Dengan demikian teman sesama guru masih bisa menyambut murid-murid
lain yang berdatangan pagi itu.
Karena saya juga bersikukuh tidak
mengijinkan Sulthan makan kue tersebut maka dengan berat hati akhirnya ia
sendiri yang kemudian memasukkan kembali kue tersebut ke dalam tas.
Dan keajaiban itu datang pada keesokan
harinya. Saat itu mealtime tiba. Sebagian anak sudah berkumpul dan
dudukmelingkar untuk menikmati kue yang disediakan oleh sekolah. Tiba-tiba
Sulthan datang dari belakang. Sepertinya ia barusaja mengambil sesuatu dari
tasnya.
“Bunda, ini boleh dimakan enggak?
Sehat enggak?” Sulthan mengulurkan kue yang dibawakan untuk bekal dari rumah
hari itu. Dengan isyarat ia berharap
saya membaca dan memeriksa komposisi yang tertera pada bungkusnya. Seperti yang
kemarin saya lakukan.
Ada getar dalam hati saya. Ternyata
anak sekecil itu menangkap pelajaran yang saya sampaikan hari sebelumnya.
Sungguh ia bisa diajak untuk bicara. Ia sudah paham sikap saya kemarin. Coba
seandainya saja ketika dia tantrum di hari sebelumnya saya tidak tega dan
memberikan apa yang dia mau tentu dia
akan belajar yang sebaliknya.Menangislah yang keras maka engkau akan mendapat
apa yang engkau inginkan. begitu kali ya?
Tiba-tiba saya teringat beberapa orang
tua yang menceritakan putera puterinya. Ketika mereka pergi ke supermarket maka
dngan percaya diri mereka selalu bertanya kepada mamanya apakah kue ini sehat,
apakah mengandung MSG, Pengawet? Aspartam?
Atau zat lainnya yang sejenis. Meskipun dengan geli mama mereka juga
menyampaikan bahwa kadang anak-anak menyebutnya belum tepat. Kadang mereka
keliru dengan menyebut SGM, SG atau ikpt. Satu yang kami pastikan bahwa konsep
makanan yang halal dan sehat sudah masuk ke dalam benak mereka dan mereka terus
belajar untuk mengaplikasikannya.
Nb: Bagi yang ingin memiliki buku rumah cerdas bisa pesan dulu ya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar